Yang semakin mempersulit penanganan pandemi COVID-19 adalah adanya orang-orang yang terinfeksi namun Asimt0matik. Artinya ada orang-orang yang terinfeksi COVID-19 namun tidak menunjukan gejala sama sekali, atau kalau istilah di kita itu Orang Tanpa Gejala.
Sulit untuk melacak penderita yang asimtomatik, dan mereka sangat berpotensi menjadi pembawa yang semakin memperluas jangkauan penyebaran COVID-19 ini.
"Menurut laman National Geographic Indonesia, CDC atau Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika memperkirakan sebanyak 40% orang yang terkena COVID-19 merupakan Asimtomatik atau Orang Tanpa Gejala."
Sehingga ada efek piramida gunung es dalam penanganan pandemi ini, artinya bisa saja kasus-kasus yang berhasil di data hanyalah sebagian saja. Di belakangnya ada jauh lebih besar kasus yang tidak tercatat karena memang tidak terlacak.
Menurut laman National Geographic Indonesia, CDC atau Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika memperkirakan sebanyak 40% orang yang terkena COVID-19 merupakan Asimtomatik atau Orang Tanpa Gejala.
Jika melihat data di bulan Mei yang berjumlah 35%, berarti kasus asimtomatik ini mengalami peningkatan.
Seberapa besar tingkat penularannya ?
Masih menurut CDC, tingkat penularan dari orang tanpa gejala ini adalah 75%. Ini angka yang cukup tinggi dan berbahaya.
Belum lagi kemungkinan penularan virus ini sudah lintas udara (airborne), seperti yang sudah di nyatakan WHO pada tgl 09 Juli lalu.
Ditambah lagi dengan banyaknya negara yang mulai melakukan pelonggaran karantina wilayah, resiko peningkatan penyebaran akan semakin tinggi.
Diperlukan tingkat kesadaran yang tinggi dari masyarakat luas untuk tetap menerapkan protokol kesehatan COVID-19 ini secara disiplin sehingga menjadi standar baku dalam kehidupan normal sehari-hari.
Kita juga harus meningkatkan empati sosial kita, karena bisa saja kita, teman kita, lingkungan kita, atau bahkan keluarga kita secara tidak sadar sudah terjangkit.
Bisa saja daya tahan tubuh kita kuat, tapi bagaimana dengan orang-orang di sekeliling kita ?
Referensi : National Geographic Indonesia
Comments
Post a Comment