Skip to main content

Hutan Bakau (Hutan Mangroove)

 
Di Indonesia hutan mangroove disebut sebagai hutan bakau atau hutan payau. Vegetasi mangroove nampak agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik didaerah berlumpur yang berada dalam jangkauan pasang surut air laut.

Di pantai berpasir atau pantai berbatu serta gosong karang berpasir atau berlumpur, kalaupun terdapat mangroove tumbuhnya kurang baik.


Hutan mangroove ditandai adanya bentukan akar sebagai “akar udara” (aerofor, akar cerutu, ditemukan pada banyak penggenangan habitat pasir-kerikil, misalnya akar Sonneratia Acida); “akar tunjang” (stilt root, pada habitat lembek, lumpur, misalnya akar Rhyzopora mucronata) dan “akar lutut” (kne root, pada penggenangan jarang, misalnya akar Brugugeira gymnorhiza).

Dalam keadaan optimal, hutan mangroove serupa dengan hutan hujan, tetapi bagi keduanya terdapat perbedaan antara lain:
  1. Habitat, terbatas dipantai berlumpur, atau sungai pasang surut. 
  2. Komposisi, miskin spesies, anggotanya tidak dijumpai di hutan hujan.
  3. Struktur, mangroove tidak dikenal adanya lapisan tajuk 
  4. Fisiognomi, mangroove nampak hampir seragam, bentukan akar khas sebagai akar udara, akar tunjang atau akar lutut.
Komposisi mangroove mempunyai batas jelas dan khas. Batas ini terbentuk akibat pengaruh selektif dari :
  • Tanah (lumpur atau pasir, batu kerikil) 
  • Kadar garam 
  • Jumlah hari atau lamanya penggenangan, tinggi atau dalamnya penggenangan 
  • Keras atau kuatnya arus pasang surut

Komunitas tumbuhan yang ditemukan dihutan mangroove menutupi bagian lahan pasang surut didaerah tropis. Populasi spesies yang membentuk komunitas mangroove tersebut terdiri dari pohon tidak meranggas dan belukar yang dari segi taksonomi tidak berkerabat. 


Namun demikian, mereka mempunyai beberapa kesamaan dalam hal fisiognominya, ciri fisiologi, dan penyesuaian struktur terhadap habitat. Secara mencolok mereka menunjukan gejala evolusi terpusat sehingga terbentuk kemiripan yang kuat sekali antara spesies yang tidak sekerabat pada habitat yang serupa.

Ciri hutan mangroove adalah warna daun hijau tua yang mengkilap, kesemrawutan akar udara (pneumatofora) dan kecenderungan biji dapat berkecambah diatas pohon (vivipar) yang dapat dikatakan menonjol. Hutan mangroove berperan aktif dalam membentuk daratan dari laut. Mangroove dapat menghambat arus dan mengikat tanah dengan perakarannya, dengan demikian menambahkan humus dan meninggikan permukaan tanah kearah laut.
 

1. Ciri-ciri Ekologi Hutan Mangroove

Hutan mangroove hanya ditemukan diaerah tropis dan sebagian diaerah subtropis. Komunitas tumbuhan mangroove terdiri atas bebagai genus dan familia, yang memiliki kesamaan adaptasi fisiologi, morfologi dan reproduksi yang memungkinkan untuk hidup di lingkungan berair payau sampai asin (halofit). Hutan mangroove berkembang dihabitat dengan ciri sebagai berikut :

  • Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir, dengan bahan-bahan yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang. 
  • Lahannya tergenmang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang saat pasang purnama. Frekuensi penggenangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangroove. 
  • Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai,mata air atau air tanah), yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur. Pasokan air tawar ini tidak selalu dapat teramati secara jelas. 
  • Airnya mungkin payau dengan salinitas 2-22 ppm atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppm.

Habitat denga ciri tersebut dapat ditemukan diderah-daerah pantai yang dangkal dan landai serta dimuara sungai. Jika posisi pantai dan muara sungainya terlindung dari gempuran ombak yang ganas, maka hutan mangroove dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hutan mangeoove memiliki keaneka ragaman fauna yang cukup tinggi, baik invertebrata maupun vertebrata. Fauna yang hidup didaerah ini juga memiliki kemampuan adaptasi tertentu terhadap kondisi lingkungannya.

Hutan mangroove merupakan ekosistem yang sangat produktif, yang ditandai dengan banyaknya senyawa karbon yang dihasilkan persatuan waktu. Hampir semua produktifitas hutan mangroove terpaut dalam sistem aliran energi yang ada. Setiap komponen ekosistem mangroove memegang peranan dalam aliran energi ini.


2. Vegetasi Mangroove

Vegetasi hutan mangroove di Indonesia berkembang sangat baik dan memiliki kekayaan spesies yang tinggi. Jumlah tumbuhan dihutan mangroove yang telah tercatat mencapai 202 spesies, terdiri dari 89 spesies pohon, 5 palem, 19 liana, 44 herba tanah, 44 apifit dan 1 sikas. Namun demikian hanya 47 yang benar-benar spesifik tumbuhan dihutan mangroove (Nirarita dkk., 1996).

Hutan mangroove paling tidak harus memiliki salah satu spesies tumbuhan hutan mangroove sejati yang dominan. Tumbuhan yang temasuk mangroove sejati merupakan spesies yang temasuk familia Rhizoporaceae (rhizophora, Brugueira, Ceriops dan Kandelia), Sonneratiaceae (Sonneratia), dan Avicenneaceae (Avicennia).


Semua anggota ketiga familia tersebut merupakan tumbuhan hutan mangroove. Disamping itu terdapat juga familia lain yang hanya sebagian anggotanya termasuk tumbuhan hutan mangroove, misalnya Xylocarpus yang termasuk familia Meliaceae.

3. Zona Vegetasi

Meskipun secara sepintas hutan mangroove keliatannya sama, komposisi hutan mangroove sebetulnya sangat beragam. Perbedaan frekuensi genangan, salinitas dan jenis substrat menyebabkan hutan mengroove mempunyai struktur yang khas yaitu membentuk lapisan atau zona-zona vegetasi yang berbeda satu dengan lainnya.


Pada daerah pantai yang lurus, hutan mangroove biasanya membentuk “sabuk hijau” sepanjang pantai tersebut. Sabuk hijau tersebut pada umumnya mempunyai struktur yang seragam. Sedangkan dikawasan muara dan delta, mangroove tumbuh subur pada kawasan yang luas, serta membentuk zonasi vegetasi yang jelas.

Setiap zonasi tersebut disebut komunitas tumbuhan mangroove, yang diberi nama berdasarkan spesies-spesies tumbuhan yang dominan. Salah satu tipe zonasi yang terdapat di Indonesia (Sumatera) adalah sebagai berikut :
  • Daerah yang paling dekat dengan laut sering ditumbuhi oleh Avicennia dan Sonneratia. Sonneratia biasa tumbuh pada lumpur dalam yang kaya akan bahan organik. 
  • Lebih kearah darat, hutan mangroove banyak didominasi spesies Rhyzophora spp. Di zona ini juga dijumpai Brugueira dan Xylocarpus. 
  • Zona berikutnya disominasi oleh Brugueira spp.

Zona transisi antara hutan mangroove dangan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh pandan, rotan, nipah, serta beberapa spesiespalem lainnya. Zonasi mangroove tergantung pada keadaan, seringkali ditemukan spesies pionir, baik Sonneratia maupun Avicennia didaerah sepanjang pantai, tetapi didaerah danau yang terlindung pengaruh gelombang pasang, Rhyzophora merupakan pionir.

Tanaman bawah tergolong jarang, kecuali pada daerah terbuka, dijumpai Acanthus illicifolius, A. ebracteatus, Acrosticum aureum dan Celodendron merme.


Epifit antara lain Hydnophytum, Myrmecodia, Pachycentris, Polypodium sinuosum merupakan sarang semut hitam pohon. Sedangkan epifit Humata parvula ditemukan hanya pada hutan mangroove. Liana yang dijumpai antara lain Derris Heptaphylla dan D. heterophylla, Cynachum carnosum, Fanlaysonia maritima, Gymnanthera paludosa dan Sarcolobus banksii dari familia Asclepiadaceae.
 

4. Adaptasi Tumbuhan Mangroove

Untuk mengatasi kondisi tanah yang miskin oksigen, kadar garam yang relatif tinggi, dan tanah yang berpotensi sulfat masam, maka tumbuhan mangroove melakukan adaptasi secara morfologi maupun fisiologis.


Beberapa spesies tumbuhan mangroove mempunyai adaptasi serupa sehingga hutan mangroove mudah dikenal dari kenampakannya (fisiognomi) yang seragam. Berdasarkan faktor penyebabnya, adaptasi tumbuhan mangroove dapat dikelompokan sebagai berikut : adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi, adaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah dalam tanah, dan adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut air.
 

a. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi

Tumbuhan mangroove dapat digolongkan menjadi tumbuhan yang halofit atau “menyenangi garam” meskipun sebenarnya mereka mampu untuk hidup ditanah yang kurang mengandung garam.


Untuk mengatasi kadar garam yang tinggi, secara fisiologis pohon-pohon mangroove, seperti Avicennia. Aegialites, dan Aegiceras mempunyai kelenjar yang mampu menyerap garam yang terdapat dalam air atau tanah. Garam tersebut kemudian dikeluarkan kembali sehingga konsentrasi garam dalam cairan sel tetap dapat dikendalikan.

Spesies-spesies lain seperti Rhizophora, Sonneratia, dan Lumitzera mampu mengatsi kadar garam yang tinggi karena :

  • Akarnya dapat menyaring NaCl dan air. 
  • Memiliki sel-sel khusus didalam daun yang berfungsi menyimpan garam, daun tersebut kemudian digugurkan. 
  • Memiliki sel penyimpan air. Tumbuhan menyimpan air pada saat pasokan air tawar cukup banyak, kemudian menyimpannya pada sel-sel tersebut. Air simpanan ini dipergunakan untuk mengencerkan ciran sel yang kadar garamnya lebih tinggi.

    Bersifat sukulentis, yaitu berdaun tebal dan banyak mengandung air.

    Daunnya mempunyai struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.

b. Adaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah di dalam tanah

Untuk mengambil oksigen dari udara, beberapa spesies tumbuhan mangroove memilki akar nafas (pneumatofor) yang menjulang keatas dan batang yang mempunyai jaringan kulit batang pecah-pecah (berlentisel).


Alat-alat ini dapat langsung mengambil oksigen dari udara dan kemudian mengirimkannya ke akar dan bagian tubuh kain yang memerlukannya. Penumatofor merupakan bagian akar yang tumbuh mencuat vertikal yang berfungsi sebagai snorkel bagi seorang penyelam, yaitu mengambil keperluan oksigen dari udara terbuka. Akar nafas ini terdapat pada spesies tertentu seperti Avicennia spp, Xylocarpus spp, dan Sonneratia spp.
 

c. Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut air

Untuk mengatasi substrat yang kurang stabil, beberapa spesies mangroove mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Disamping memperkokoh tubuhnya, akar tersebut berfungsi untuk mempermudah tumbuhan dalam menangkap unsur hara dan menahan sedimen.

Hutan mangroove secara khusus menarik dari segi ilmiah karena pengkhususan struktur dan fisiologinya yang tersesuaikan pada berbagai faktor haitatnya. Hutan mangroove penting dari segi ekonomi karena peranannya dalam mendukung pengadaan bahan baku untuk bangunan dan industri.


Pohon mangroove dipakai sebagai kayu bakar dibanyak negara, digunakan juga sebagai bahan bangunan, merupakan sumber pepagan penyamak karena mengandung bahan tanin (zat penyamak), beberapa spesies kayunya digunakan sebagai bahan arang industri baterai, dan sebagai bubur kayu yang berkualitas.

Karena berhubungan dengan laut, habitat mangroove merupakan tempat berpijah beberapa spesies ikan laut, sehingga pemusnahan hutan mangroove akan berdampak yang sangat luas bagi kehidupan ikan. Habitat ini juga merupakan daerah yang sangat baik untuk penanaman padi. 


Hutan mangroove dikenal mempunyai produktifitas tinggi. Karena semua alasan tersebut, sangat dianjurkan agar habitat mangroove dilestarikan, atau jika habitat dimanfaatkan maka pemanfaatanya harus dengan sangat hati-hati agar tidak sampai rusak.

Sumber : BMP Ekologi Hutan Tropis

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Hutan Rawa dan Hutan Mangrove

  A. Hutan Rawa Pada umumnya hutan rawa ditemukan disekitar danau atau sungai tenang yang terlindung, pada pinggiran air tergenang, dan dalam lekuk. Hutan dalam rawa gelagah demikian itu serupa dengan rawa iklim sedang dan biasanya terdiri dari tumbuhan monokotil tegak, seperti misalnya spesies gelagah ( Phragmites ), papirus ( Cyperus Papyrus ), ekor kucing ( Typha ). Akar tumbuhan ini terendam, sedangkan tunasnya berada jauh diatas permukaan air. Akar dan tunasnya yang terendam air mempunyai rongga udara untuk membantu pengudaraan. Vegetasi rawa menghuni habitat berair tawar, pH masam sampai sangat masam dan jarang terdapat pH sampai 6, kecuali pada saat kondisi setelah hujan. Permukaan air yang turun naik menyebabkan terjadinya pengeringan tanah secara periodik yang membantu proses perubahan kimia tanah atau mempercepat laju dekomposisi bahan organik.

Curah Hujan

Curah hujan dinyatakan sebagai tinggi air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan infiltrasi kedalam tanah. Curah hujan merupaka ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Curah hujan 1 mm, artinya dalam luasan 1 meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 mm atau tertampung air sebanyak 1 liter. Curah hujan kumulatif merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing daerah perkiraan musim.

Aliran Permukaan, Evaporasi dan Infiltrasi

Pada artikel sebelumnya, yaitu tentang curah hujan sempat di singgung tentang aliran permukaan, evaporasi dan infiltrasi. Ketiga hal tersebut akan selalu terjadi didalam suatu siklus hidrologi. Secara sederhana, aliran permukaan, evaporasi dan infiltrasi di artikan sebagai proses mengalirnya bagian dari curah hujan diatas permukaan tanah, proses penguapan dan penyerapan air kedalam tanah. Pengertian aliran permukaan, evaporasi dan infiltrasi adalah sebagai berikut : Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju sungai, danau dan lautan (Asdak, 1995) . Menurut Arsyad (2010) , aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah dan mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran permukaan terjadi apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, dalam hal ini tanah telah jenuh air. Sifat aliran permukaan seperti jumlah atau volume, laju atau kecepatan, dan gejolak aliran permukaan menentukan k