Skip to main content

Hutan Rawa dan Hutan Mangrove

 
A. Hutan Rawa

Pada umumnya hutan rawa ditemukan disekitar danau atau sungai tenang yang terlindung, pada pinggiran air tergenang, dan dalam lekuk. Hutan dalam rawa gelagah demikian itu serupa dengan rawa iklim sedang dan biasanya terdiri dari tumbuhan monokotil tegak, seperti misalnya spesies gelagah (Phragmites), papirus (Cyperus Papyrus), ekor kucing (Typha).

Akar tumbuhan ini terendam, sedangkan tunasnya berada jauh diatas permukaan air. Akar dan tunasnya yang terendam air mempunyai rongga udara untuk membantu pengudaraan.

Vegetasi rawa menghuni habitat berair tawar, pH masam sampai sangat masam dan jarang terdapat pH sampai 6, kecuali pada saat kondisi setelah hujan. Permukaan air yang turun naik menyebabkan terjadinya pengeringan tanah secara periodik yang membantu proses perubahan kimia tanah atau mempercepat laju dekomposisi bahan organik.

Air genangan berasal dari air hujan atau limpasan sungai yang tertahan oleh air laut pasang. Hutan terbentuk diatas tanah Aluvial yang berasal dari sungai atau diatas endapan aluvial danau. Spesies pohon dominan diantaranya adalah terentang (Campnosperma Auriculata), jambu-jambuan (Eugenia muelleri) dan perupuk (Lophopetalum beccarianum).

Vegetasi klimaks rawa, terdapat pada habitat tergenang air. Penggenangan air terjadi musiman atau merata sepanjang tahun. Sebagian besar tanah pendukung vegetasi rawa tropis adalah bukan gambut, dan hanya sedikit humus dibanding dengan tanah berdrainase normal. Apabila air drainase bersifat miskin mineral terlarut, maka terjadi pembentukan gambut, menuju perkembangan vegetasi hutan Ombrogenous Moor tropis yang ekuivalen dengan terjadinya “Hochmoore” (bog, rawa tempereta).

Sejalan dengan terbentuknya dua macam tipe tanah rawa diatas, pada tanah rawa normal umumnya tidak bergambut dan kondisi relatif tersedia air dengan komposisi spesies lebih kaya, sehingga tersedia cukup makanan dipermukaan air untuk mendukung kegiatan biologi (Eutropik), sementara pada sisi lain terbentuk tanah gambut dengan kondisi ekstrim air yang tersedia sangat kurang bahan makanan, tetapi kaya akan oksigen (oligotrofik).

Kedua hal tersebut menyebabkan terbentuknya dua tipe vegetasi hutan yang jauh berbeda, yaitu dua tipe vegetasi hutan rawa klimaks tropis yang kita kenal, yaitu klimaks vegetasi hutan rawa dan vegetasi gambut pada saat ini.

Pada kondisi Eutrofik, naiknya permukaan air adalah akibat dari akumulasi sedimen anorganik. Sementara untuk kondisi oligotrofik, hal ini dipengaruhi oleh adanya akumulasi sisa bahan organik tumbuhan. Dalam kedua kasus tersebut permukaan tanah tidak jauh berkembang ketika mencapai permukaan tertinggi, akibatnya terjadi pengikisan debu atau pembentukan gambut yang selanjutnya tetap bertahan. 
 
Dalam vegetasi hutan rawa yang berakhir dengan hutan kering sehingga permukaan air tanah adalah dangkal. Untuk daerah tropis, lahan demikian akan memunculkan vegetasi hutan dengan pohon tinggi, seperti hutan klimaks, baik dalam struktur maupun fisiognominya. Sebagian besar spesies harus secara khusus menyesuaikan diri dengan kondisi tanah dimana harus tergenang atau berdrainase tidak sempurna. Vegetasi hutan seperti ini lebih mendekati klimaks edafik dari pada sebagai klimaks klimatik. 
 
Tahapan akhir perkembangan vegetasi hutan rawa selanjutnya tidak pernah mencapai klimaks klimatik hutan hujan tropis, kecuali jika terjadi perubahan topografi, yaitu secara umum menuju semakin dalam permukaan air tanah.

Vegetasi rawa terdapat didataran rendah dan seringkali dibelakang mangrove, jika dilihat dari garis pantai. Kebanyakan rawa dipengaruhi oleh aliran sungai. Vegetasi rawa umumnya miskin spesies. Kekayaan vegetasi rawa satu dan lainnya berbeda. Vegetasi rawa di Jawa lebih miskin spesies di bandingkan dengan di Kalimantan atau Sumatera. Vegetasi ini merupakan campuran, selain juga memiliki spesies merambat dan epifit. Tajuknya jelas berlapis, sistem perakarannya mendatar. Banyak anggotanya memiliki bentukan akar papan besar, kadang-kadang setinggi lebih dari 1 meter. Pembentukan hutan rawa tidak terlalu bergantung pada iklim, walaupun umumnya hutan rawa terdapat di daerah selalu basah.

Komposisi hutan rawa beragam dari satu tempat ketempat lainnya, akibat dari sifat masing-masing ekosistem yang berbeda. Tidak jarang ekosistem rawa terdapat pembatas bersifat khusus, dimana pada kondisi demikian ditemukan Konsosiasi atau tegakan murni satu spesies. Contohnya adalah Cintamanis atau Mesuji Hulu (Sumatera Selatan), vegetasi rawa berwujud masyarakat kayu putih (Melalueca leucadendron var. minor).

Keadaan serupa ditemukan di delta Citanduy atau pantai Kalimantan dan Irian Jaya, Papua Barat.

Spesies yang dominan dalam vegetasi rawa antara lain Ficus retusa, Nauclea Orientalis. Spesies rotan merupakan palem tanaman merambat, banyak dijumpai selain paku merambat, misalnya Stenochlaena palustris. Hutan rawa tua, sekitar danau di Banten mempunyai komposisi sebagai :

  •  Elaeocarpus mucrocerus 
  • Alstonia spathulata 
  • Ficus retusa 
  • Mangifera gedebe 
  • Gluta renghas 
  • Lagerstroemia 
  • Eugenia operculata 
  • Glochidion glomeratum 
  • Horsfieldia irya 
  • Ilex Cymosa 
  • Erythrina fusca 
  • Barringtonia racemosa dan lain-lain

Api merupakan musuh utama hutan rawa, api sering menjadi efek selektif terhadap hutan rawa. Akibat kebakaran, hutan rawa berubah menjadi vegetasi baru yang anggotanya adalah spesies tahan api atau sama sekali menjadi tegakan murni  satu spesies tahan api, seperti Melalueca leucadendron di Cintamanis Mesuji Hulu dan M. sympoicarpa di Merauke Irian Jaya, Papua Barat.

Sumber : BMP Ekologi Hutan Tropis

Comments

Popular posts from this blog

Curah Hujan

Curah hujan dinyatakan sebagai tinggi air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan infiltrasi kedalam tanah. Curah hujan merupaka ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Curah hujan 1 mm, artinya dalam luasan 1 meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 mm atau tertampung air sebanyak 1 liter. Curah hujan kumulatif merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing daerah perkiraan musim.

Aliran Permukaan, Evaporasi dan Infiltrasi

Pada artikel sebelumnya, yaitu tentang curah hujan sempat di singgung tentang aliran permukaan, evaporasi dan infiltrasi. Ketiga hal tersebut akan selalu terjadi didalam suatu siklus hidrologi. Secara sederhana, aliran permukaan, evaporasi dan infiltrasi di artikan sebagai proses mengalirnya bagian dari curah hujan diatas permukaan tanah, proses penguapan dan penyerapan air kedalam tanah. Pengertian aliran permukaan, evaporasi dan infiltrasi adalah sebagai berikut : Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju sungai, danau dan lautan (Asdak, 1995) . Menurut Arsyad (2010) , aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah dan mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran permukaan terjadi apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, dalam hal ini tanah telah jenuh air. Sifat aliran permukaan seperti jumlah atau volume, laju atau kecepatan, dan gejolak aliran permukaan menentukan k