Skip to main content

Bumi vs COVID-19


Pandemi COVID-19 memaksa manusia untuk mengurangi segala aktivitas normal, mau-tidak mau harus membatasi interaksi sosial secara fisik, sehingga harus memperbaharui cara hidup normal sebelumnya menjadi cara hidup normal yang mampu berkompromi dengan paparan COVID-19.

Disisi lain, saat banyak negara memberlakukan kebijakan Social Distancing, atau bahkan karantina total, bumi memiliki kesempatan untuk memulihkan diri.

Berhentinya aktivitas manusia sangat berpengaruh terhadap berkurangnya emisi polusi yang mencemari alam selama ini.

Udara menjadi semakin bersih, lingkungan kian ramah untuk para binatang dan makhluk hidup lainnya. Kicauan burung terdengar lebih nyaring dengan berkurangnya suara-suara mesin buatan manusia.


Bahkan ramai di beritakan binatang buas bisa bebas berjemur di jalan raya.

Namun apakah ini akan terus berlangsung sehingga bumi benar-benar pulih, ataukah hanya sementara saja dan kemudian polusi akan semakin meningkat lagi ?

Di lansir dari laman national geographic Indonesia, karantina wilayah pada awal bulan April mampu menurunkan emisi karbon sebanyak 17% di bandingkan dengan tahun sebelumnya.

Namun selang dua bulan kemudian yaitu pada 11 Juni, data terbaru menunjukkan bahwa penurunan emisi karbon hanya lebih rendah 5% di waktu yang sama pada tahun lalu.

Padahal aktivitas normal belum berfungsi sepenuhnya !!

Paling mudahnya kita bisa melihat Tiongkok,  sebagai negara yang pertama kali melakukan lockdown maka negara ini juga yang pertama kali melonggarkan kebijakan karantina.

Saat memiliki kelonggaran, banyak pabrik yang berusaha membayar waktu yang terbuang saat lockdown. Dengan di genjotnya aktivitas pabrik-pabrik, polusi kembali meningkat seperti saat sebelum pandemi.

Selain itu, para pejabat provinsi yang putus asa berusaha meningkatkan kembali ekonomi dengan memberikan lampu hijau untuk membangun pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru. Tindakan tersebut akan memberikan masalah tambahan pada kesehatan dan iklim Bumi di masa depan. Sebab, mesin industri seperti itu akan digunakan selama bertahun-tahun. Begitu menurut Lauri Myllyvirta, kepala analis di Center for Research on Energy and Clean Air yang melaporkan data polusi di Tiongkok.

Ini menunjukan bahwa nafas lega bumi hanyalah sementara, saat semuanya berakhir dan manusia bebas beraktivitas kembali maka udara akan kembali di jejali emisi yang memicu polusi berbahaya bagi kehidupan.

Berbagai kepentingan politik dan ekonomi juga dapat memperparah tingkat polusi yang bahkan bisa jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi.

Diperlukan langkah dan kebijakan yang berpihak terhadap kelestarian lingkungan agar New Normal yang dihasilkan kelak adalah kehidupan normal baru yang lebih memperhatikan bumi sebagai habitat seluruh makhluk hidup . Termasuk kita tentunya...

Popular posts from this blog

Hutan Rawa dan Hutan Mangrove

  A. Hutan Rawa Pada umumnya hutan rawa ditemukan disekitar danau atau sungai tenang yang terlindung, pada pinggiran air tergenang, dan dalam lekuk. Hutan dalam rawa gelagah demikian itu serupa dengan rawa iklim sedang dan biasanya terdiri dari tumbuhan monokotil tegak, seperti misalnya spesies gelagah ( Phragmites ), papirus ( Cyperus Papyrus ), ekor kucing ( Typha ). Akar tumbuhan ini terendam, sedangkan tunasnya berada jauh diatas permukaan air. Akar dan tunasnya yang terendam air mempunyai rongga udara untuk membantu pengudaraan. Vegetasi rawa menghuni habitat berair tawar, pH masam sampai sangat masam dan jarang terdapat pH sampai 6, kecuali pada saat kondisi setelah hujan. Permukaan air yang turun naik menyebabkan terjadinya pengeringan tanah secara periodik yang membantu proses perubahan kimia tanah atau mempercepat laju dekomposisi bahan organik.

Curah Hujan

Curah hujan dinyatakan sebagai tinggi air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan infiltrasi kedalam tanah. Curah hujan merupaka ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Curah hujan 1 mm, artinya dalam luasan 1 meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 mm atau tertampung air sebanyak 1 liter. Curah hujan kumulatif merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing daerah perkiraan musim.

Aliran Permukaan, Evaporasi dan Infiltrasi

Pada artikel sebelumnya, yaitu tentang curah hujan sempat di singgung tentang aliran permukaan, evaporasi dan infiltrasi. Ketiga hal tersebut akan selalu terjadi didalam suatu siklus hidrologi. Secara sederhana, aliran permukaan, evaporasi dan infiltrasi di artikan sebagai proses mengalirnya bagian dari curah hujan diatas permukaan tanah, proses penguapan dan penyerapan air kedalam tanah. Pengertian aliran permukaan, evaporasi dan infiltrasi adalah sebagai berikut : Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju sungai, danau dan lautan (Asdak, 1995) . Menurut Arsyad (2010) , aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah dan mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran permukaan terjadi apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, dalam hal ini tanah telah jenuh air. Sifat aliran permukaan seperti jumlah atau volume, laju atau kecepatan, dan gejolak aliran permukaan menentukan k